Fantastis? Mungkin berikut suatu kejadian yang cukup menarik perhatian. Dalam Perang Dunia Pertama, seorang prajurit Hongaria bernama Paul Kem tertembak di bagian depan rongga otaknya. Akhirnya lukanya bisa sembuh, tapi ia lalu tidak bisa tidur.
Para dokter telah berusaha setengah mati mencari segala upaya untuk mengatasi persoalan itu antara lain dengan menggunakan berbagai obat tidur, obat penenang, narkotik dan bahkan juga hipnotisme. Tetapi semua sia-sia belaka. Paul Kem tetap tidak bisa tidur. Merasa mengantuk pun tidak!
Para dokter mengatakan ia tidak akan bisa hidup lama. Tapi Paul Kem tidak menggubris omongan mereka. la mendapat pekerjaan dan hidup lama dengan kesehatan yang senantiasa baik. Walaupun tidak bisa tidur ia senantiasa beristirahat dengan jalan berbaring sambil memejamkan mata.
Kasus Paul Kem ini merupakan misteri ilmu kedokteran yang mengguncangkan pengetahuan serta apa yang kita yakini tentang tidur.
Banyak orang yang membutuhkan tidur lebih banyak daripada orang lain. Toscanini hanya membutuhkan waktu tidur lima jam setiap malam sedangkan Calvin Coolidge membutuhkan waktu dua kali lebih banyak. Coolidge tidur selama sebelas jam setiap 24 jamnya. Dengan kata lain Toscanini menghabiskan seperlima waktu hidupnya untuk tidur, sedangkan Coolidge menghabiskan separuh masa hidupnya.
Kalau Anda sedih karena insomnia, akibatnya akan jauh lebih buruk daripada insomnia itu sendiri. Sebagai contoh saya ambilkan pengalaman murid saya yang bernama Ira Sandner, yang bertempat tinggal di 17 Overpeck Avenue, Ridgefield Park, New Jersey. la nyaris bunuh diri karena menderita insomnia kronis.
“Sebenarnya saya sudah mengira bahwa saya pasti akan gila,” Ira Sandner mengawali kisahnya. “Awal kejadiannya begini. Mulanya saya demam tidur. Di pagi hari, walaupun beker berdering, saya masih tetap tidur dengan pulas. Akibatnya saya terlambat sampai di kantor. Saya sedih memikirkan hal ini. Di samping itu atasan saya selalu mengingatkan bahwa saya harus masuk kerja tepat waktu. Saya tahu, kalau tetap terlambat bangun, saya pasti dipecat dari pekerjaan.”
“Kesulitan itu saya ceritakan pada teman-teman saya. Ada yang menganjurkan agar saya berkonsentrasi pada beker sebelum tidur. Inilah permulaannya saya tidak bisa tidur atau menderita insomnia! Bunyi detik beker tik, tik, tik yang terus-rnenerus tanpa henti itu sangat mengganggu pikiran saya.”
“Hal tersebut membuat saya tidak bisa tidur, berguling kesana kemari sepanjang malam! Pagi harinya badan terasa sakit. Saya sakit karena capek, sedih, serta takut. Hal ini berlangsung selama delapan minggu. Saya tidak bisa menceritakan siksaan yang saya derita selama itu. Saya yakin pasti akan jadi gila. Kadang-kadang saya berjalan mondar-mandir di kamar selama berjam-jam dan berniat melompat lewat jendela untuk mengakhiri hidup ini!”
“Akhirnya saya pergi ke dokter yang telah saya kenal betul. la berkata, “Ira, saya tidak bisa menolongmu, sebab persoalan ini kau buat sendiri. Tidurlah tiap malam. Baringkan badanmu di atas tempat tidur, dan katakan pada dirimu sendiri, Saya tak peduli apakah saya bisa tidur atau tidak. Pokoknya saya berbaring.
Bagi saya bukan soal kalau saya harus berjaga sampai pagi. Pejamkan matamu dan berkatalah, Kalau saya berbaring dengan tenang serta tidak gelisah, ini artinya saya sudah benar-benar beristirahat sungguh-sungguh. “Nasihat itu saya turuti,” kata Sandner. “Dalam waktu dua minggu saya bisa tidur. Dan tidak sampai satu bulan saya berhasil tidur delapan jam. Semua otot dan saraf saya bekerja normal kembali.”
Bukan insomnia yang nyaris membunuh Ira Sandner, melainkan perasaan sedih dan takutnya mengenai insomnia. Pakar Nathaniel Kleitman, profesor di Universitas Chicago, adalah satu-satunya orang di dunia ini yang paling banyak mengadakan riset tentang tidur. la seorang ahli mengenai tidur paling kenamaan di muka bumi ini.
la menyatakan,
Tidak ada satu orang pun yang meninggal dunia karena insomnia. Tegasnya, mungkin orang merasa sangat sedih karena menderita insomnia sampai vitalitasnya menurun dan tubuhnya mudah terserang penyakit. Tapi kehancuran itu disebabkan oleh rasa sedihnya bukan karena insomnia itu sendiri.
Sebelumnya :
The post Kisah Sukses Dibalik Insomnia (2) appeared first on Inspirasi Kehidupan.